Laman

Wieliebe black

Friday, January 7, 2011

Dilema: Ketidaksempurnaan


long distance love menimbulkan banyak dilema bagi mereka yang menjalaninya. Mereka itu salah satunya adalah saya.

Kadang bisa membuat saya bersyukur , Hidup terlalu berdekatan dengan pasangan pun bisa jadi hal yang menyulitkan untuk masing-masing bisa bertumbuh secara pribadi maupun profesional. Dengan begitu saya bisa sudah bisa menikmati kebebasan saya.

Tapi seringkali rasanya hidup terpisah tetap sulit, tanpa saya melihat kenyataan bahwa sebenarnya ada baiknya juga, karena dapat memberikan ruang kita secara pribadi untuk bertumbuh tapi tetap berada dalam sebuah hubungan. Seiring waktu berjalan, kita akan saling mempelajari sikap dan sifat pasangan, hingga pada akhirnya jika memutuskan untuk hidup bersama, hal ini bukan lagi menjadi sebuah “pengorbanan” namun sebuah kompromi.

Betul tidak.?

Masalahnya adalah tapi kok ?! sampai saya masih saja bisa lelah sendiri disiksa kecurigaan dan kecemburuan karena tak bisa selalu mengawasi pasangan saya. Bodohnya perasaan curiga atau gelisah, tidak langsung saya ungkapkan kepada pasangan saya, biasanya saya pendam sendiri dan sampai bertumpuk-tumpuk di kepala saya hingga berkembang menjadi masalah.

Ini tidak dibenarkan !

Jangan ditiru !


Keadaan emosi sudah mulai tidak mampu dikontrol. Kesal sedikit bisa jadi masalah, karena masalah kemarin,kemarinnya lagi ikutan nimbrung. Aku emosi, pasangan saya juga. Emosi pada hubungan jarak jauh lebih mudah meledak.

Padahal seharusnya Saya dan pasangan bisa menghargai saat-saat ketika kita bisa berbagi.

Setuju?.

Saya maupun pasangan saya, bahkan semua orang yang menjalani Long distance love mengiyakan bahwa pertemuan dan komunikasi yang cukup sulit seperti ini diisi dengan hal-hal yang menyenangkan supaya hubungan lebih mesra. Selalu diakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang manis.

Aku berharap . . .